Mengejar Mimpi
Malam
sunyi penuh bintang, cahaya rembulan yang terus bersinar menerangi alam semesta
ini. Suara merdu jangkrik malam, menambah indah suasana malam ini bertambah
dengan angin malam yang bertiup lembut membelai tubuh ku. Aku yang seorang diri
memandang indahnya malam ini, tersenyum tersipu ktika sebuah bayangan indah
melintas dibenak ku. Aku tak mengerti apa yang terjadi, semua itu tiba-tiba
datang begitu saja tanpa ku undang maupun ku fikirkan.
Semua
bayangan itu semakin sering terlintas dalam fikiran ku, ketika aku menyendiri
dari keramaian teman-teman dan keluarga. Aku semakin bingung aku tak mengerti
apa maksud dari banyangan ku ini. ingin rasa hati mengatakan pada ibu tapi, aku
tak memiliki keberanian tuk mengatakan. Hingga pada suatu hari baru aku
mengerti apa maksud dari banyangan itu. Bayangan yang selalu menghampiri ku
disetiap diri ku sendiri, disetiap fikiran ku jenuh bayangan itu lah yang selali
menghampiri ku.
Aku
mulai mengerti, begitu sangat mengerti terutama ketika ada sesorang bertanya
kepada ku.
“Pem
apa yang akan kamu lakukan setelah lulus nanti? Apa kamu ingin seperti
saudara-saudara kamu, atau justru kamu akan mencari pengalaman baru yang belum
pernah ada dalam keluarga kamu?” Tanya nya dengan lembut dan penuh senyuman
Mendengar
pertanyaan itu aku sempat terdiam sejenak, aku mulai mencerna semua kalimat
pertanyaan itu. Namun belum sempat aku menemukan jawaban tiba-tiba dia kembali
berbicara.
“Kok
diem? Apa kamu sama sekali gak punya mimpi atau cita-cita yang mau kamu
realisasikan didalam hidup kamu Pem?” Tanya nya sekali lagi
Sekali
lagi aku masih terdiam dan sesaat kemudian baru ku temukan jawaban itu.
“Em
ya aku punya begitu banyak mimpi dan cita-cita, yang jelas aku gak mau kayak
saudara-saudara ku yang setelah lulus sekolah kerja sebentar lalu menikah.”
Sejenak aku diam dan menghela nafas panjang “Aku mau sekolah lagi, aku mau
kuliah, aku mau merealisasikan cita-cita ku sebagai seorang guru em
syukur-syukur aku bisa jadi atlit.” Aku mengakhiri jawaban ku dengan senyuman
tipis yang aku ukir pada wajah ku.
“Bagus,
dan saran aku kamu harus buktikan semua itu, ingat semua kegagalan adalah awal
dari kesuksesan mu.”
Tak
lama setelah memberi ku sebuah pertanyaan dan pesan itu, dia pun pergi
meninggalkan ku dan hingga kini aku tak tahu dimana kini dirinya berada. Sejak
saat itulah aku mulai belajar dewasa, belajar memahami orang, agar kelak aku
tak susah dalam bergaul. Tak membutuhkan waktu yang lama bagi ku tuk
mengungkapkan keinginan ku ini, walau aku tahu kondisi keluarga ku, namun aku
harus mengatakannya. Mengatakan suatu hal yang begitu berharga bagi ku, sebelum
ini semua terlambat dan membuat ku kehilangan kesempatan ini.
Malam
sunyi tanpa cahaya rembulan, hanya percikan sinar bintang yang menghiasi
luasnya awan di langit. Bersama ayah dan ibu, aku duduk santai di teras rumah
serambi menikmati jagung rebus hasil kebun kami. Malam ini adalah malam yang
begitu tepat bagi ku, adik ku tengah bermain bersama sepupu ku sehingga aku
dapat mengatakan mimpi ku ini dengan tenagng.
“Pak
Nopem boleh ngomong sesuatu gak?” Tanya ku kepada ayah
“Ya
emang mau ngomong apa to Pem?” Tanya ayah ku
“Em
Nopem mau nerusin sekolah pak.”
“Maksudnya
apa to Pem?” Tanya ibu ku
“Maksudnya
itu Nopem pingin kuliah abis lulus MA nanti pak.”
“O
gitu, emang kamu mau kuliah dimana?”
“Ya
yang deket aja lah pak, di Metro juga gak papa.”
“Ya
gak papa, kalau kamu kuliah di Metro kan bisa sekalian nemenin mbah kamu
disana.” Tambah ibu
Setelah
malam itu tak ada lagi perbincangan antara aku dan orang tua ku mengenai
kuliah. Aku lebih banyak bercerita kepada bibik dan mbak ku yang sudah memiliki
keluarga sendiri. Banyak dukungan yang keluarga ku berikan atas keputusan ku
ini, terlebih dari semua anak dan cucu nenek dari ibu ku baru aku yang
memutuskan tuk kuliah. Banyak masukan yang keluarga ku berikan, mulai dari
Universitas hingga jurusan yang aku ambil. Namun aku hanyalah seorang anak yang
ingin berusaha menentukan hasil akhir sendiri. Tak satu pun pilihan keluarga
aku ambil, aku lebih memilih apa yang telah lama aku impikan.
Walau
awalnya ibu ku meragukan pilihana ku, karena keinginan ku yang begitu besar
mereka pun membiarkan ku. Usaha demi usaha telah ku lakukan, belajar dan sholat
pun tak aku lupakan walau semua pilihan aku yang menentukan, tetapi semua saran
dari keluarga ku tak pernah aku lupakan. Aku mengikuti saran kedua orang tua
ku, yang selalu mengingatkan ku tuk selalu melaksanakan sholat dan puasa sunah,
yang elarang ku tuk sombong dan pelit. Ibu ku berharap dengan begitu aku selalu
diberi kemudahan dalam setiap langkah.
Hari
demi hari ku lalui, ujian demi ujian pun telah aku selesaikan, namun apalah
daya ku ketika semua pengumuman dari dua Universitas yang aku masuki nihil. Aku
gagal, aku tak berhasil meraih impian ku sendiri. Aku benar-benar terjatuh saat
itu, terlebih ketika banyak tetangga ku yang membicarakan kegagalan ku ini. Aku
sama sekali tak memiliki keberanian tuk keluar rumah, tubuh ku lemah tak
berdaya, air mata pun selalu mengalir setiap ku ingat hasil pengumuman itu.
Dalam setiap sujud, aku selalu bertanya apa ini jawaban atas doa-doa ku selama
ini? apa ini adalah sebuah jalan yang begitu jelek, hingga tak satu pun
Universitas yang aku impikan mampu aku masuki.
“Ya
Allah apa yang harus hamba lakukan saat ini? hamba tak lagi memiliki kekuatan
tuk menghadapi kenyataan ini.” air mata ku pun mengalir deras “Apa yang harus hamba lakukan ya Allah? ya Allah berikan lah yang terbaik bagi masa
depan dan kehidupan hamba Mu ini.”
Hanya
doa-doa itu yang terus terucap dalam setiap sujud ku, aku tak lagi meminta agar
aku diterima disebuah Universitas tertentu, aku hanya meminta agar apa yangbaku
jalani adalah suatu hal yang benar-benar terbaik dalam hidup aku. Aku memang
begitu sedih dan terpukul akan hal ini namun, karena dukungan orang tua dan
keluarga ku lah aku dapat menjalani dan menerima semua ini dengan tabah dan
tegar. Aku percaya ini semua adalah awal dari sebuah kesuksesan yang akan aku
raih kelak.
Tanpa
fikir panjang aku dan ayah pun segera pergi mendaftar di STAIN Metro, ya aku
mengikuti saran kakak sepupu ku yang menyaran ku tuk mendaftar di STAIN. Hem,
karena keterlambatan ku dan ayah menyebabkan ku harus kembali ke rumah, sebab
setibanya aku di STAIN ternyata sudah waktunya istirahat. Walau sedikit malu,
aku berusaha percaya diri sebab inilah kebodohan yang pernah aku lakukan seumur
hidup ku.
Usai
sholat dzuhur aku dan ayah kembali tuk mendaftar di STAIN, aku masih bingung
bagaimana cara pendaftarannya. Begitu banyak proses yang harus aku lalaui,
mulai dari membayar, mengisi formulir, yang menyebabkan ku keluar masuk tuk
menanyakan tanggal lahir ayah dan ibu ku. Hingga akhirnya proses terakhir yakni
pengisian data online, betapa bahagianya aku ketika semua proses pendaftaran
ini selesai. Segeralah aku pulang bersama ayah, serambi berharap penuh inilah
yang terbaik bagi ku.
Lagi-lagi
aku harus mengikuti tes penerimaan mahasiswa baru di STAIN Metro, hari pertama
aku melaksanakan tes sudah terlambat, beruntung pengawas di ruangan ku belum
datang, setidaknya aku bisa bernafas lega. Ya jadwal awalnya tes ini akan
berlangsung selama dua hari, tapi tiba-tiba saja itu semua berubah, jadwal hari
kedua dimajukan kehari pertama. Sungguh tak ku sangka, setidaknya besok aku tak
lagi datang kemari tuk melaksanakan tes baca Al-Qur’an.
Selama
menunggu hasil tes kemarin, aku tetap berada di Metro tinggal bersama bibi ku,
menunggu hasil ketiga dari serangkaian usaha ku tuk mengejar mimpi ku adalah
hal yang begitu mendebarkan, apalagi aku tak bersama orang tua ku. Selama aku
tinggal bersama bibi, aku tak pernah keluar rumah, hampir setiap hari aku hanya
berada di dalam kamar, ya terkadang bibi mengajak ku tuk ke pasar sekedar
membeli perlengkapan dapur. Aku yang begitu asin, tak mengenal siapa pun disini
kecuali saudara-saudara ku sendiri. Ya selama aku disini aku hanya bermain
bersama adik sepupu ku, kemana-kemana bersama dia bahkan hanya sekedar membeli
pulsa pun aku mengajaknya.
Senin
pagi yang cerah, matahari yang bersinar terang, ya inilah hari yang ku nanti,
hari dimana hasil tes di STAIN akan keluar. Aku benar-benar cemas, aku takut
hasilnya kembali nihil, dan lagi-lagi aku hanya membuang uang kedua orang tua
ku tanpa hasil yang memuaskan. Aku tak sabar tuk melihat hasil pengumuman itu,
namun aku harus sedikit bersabar karena adik ku belum pulang dari sekolah. Aku
sedikit bahagia karena salah satu teman ku diterima di STAIN, ya tinggal aku
saja yang belum tahu hasil pengumuman itu.
Tak
harus menunggu adik ku pulang sekolah, beruntung ayah dan ibu ku dating
mengetahui aku melihat hasil pengumuman, ayah segera mengantarkan aku tak lupa
aku menghubungi teman ku dan menanyakan nomor ujian mereka. Setiba di STAIN aku
segera berlari menuju papan pengumuman, segera ku cari nama dan nomor tes ku,
tepat pada urutan sepuluh terakhir aku melihat nama dan nomor tes ku tertulis
di papan itu. Ya jurusan syariah dan prodi ekonomi islam, disitulah nama ku
tertulis jelas, aku begitu bahagia aku tak mengira ini semua benar-benar
terjadi. Namun sayang salah satu teman ku harus menerima kabar pahit lagi,
lagi-lagi ia tak lulus disini dan kembali ia harus berjuang mengejar mimpinya.
Walau
kenyataan ini sedikit membuat ku kecewa, namun karena saran dan pengertian
keluarga ku yang pada akhirnya membuat ku sadar bahwa inilah jawaban yang Allah
berikan kepada ku. Masuk di Sekolah Tinggi Islam Negeri dengan prodi ekonomi
islam, mungkin inilah yang terbaik bagi kehidupan mendatang. Meski dengan
tangisan yang mengiringi jawaban dan keputusan akhir ku, aku berusaha
meyakinkan keluarga bahwa aku akan masuk STAIN. Aku bahagia, setidaknya aku
bisa mengukir senyum kebahagiaan kedua orang tua ku terutama ibu ku, yang tak
pernah berhenti berdoa akan kesuksesan ku ini.
Keesokan
harinya bersama teman yang baru aku kenal, aku kembali ke STAIN tuk melakukan
registrasi, kembali aku harus berurusan dengan proses pembayaran yang begitu
panjang dan melelahkan. Huh, begitu melelahkan apalagi ketika kami harus
menunggu bank BRI yang tengah tutup, kami harus menunggu hingga jam dua siang.
Belum lagi kami harus mengejar kepala prodi yang hendak pulang, dengan rayuan
kami akhirnya beliau mau menunda kepulangannya dan menandatangani KRS kami.
Benar-benar
melelahkan sejak pukul 10.00-15.40 WIB, kami harus mengurus registrasi ini
belum lagi kami harus mengurus pembayaran opak yang akan dilayani di hari jumat
dan sabtu saja. Sepulang dari mengurus registrasi ini aku langsung mencurahkan
semua gundah hati ku dengan teman lama ku, aku senang setidaknya ada yang
mengalami hal yang sama denagn ku, kuliah tapi dijurusan yang tidak diinginkan.
Lama aku mengobrol dengan teman lama ku, banyak saran yang aku dapat darinya
mulai dari penglaman kuliah dan pengalaman yang lainnya, dari sinilah aku mulai
belajar menerima pilihan ini.
Hari
ini kembali aku datang ke kampus, kembali aku mengurus registrasi Opak. Begitu
banyak persyaratan yang harus aku bawa saat Opak dilaksanakan, mulai dari
pakaian hingga barang-barang yang lain. Tanpa kami fikir panjang aku memutus
tuk memesan semua perlengkapan Opak yang telah panitia siapkan. Mulai dari
papan nama hingga pohon pule aku memesannya di kampus, ya setidaknya mengurangi
bawaan ku dan mengurangi persiapan ku di rumah.
Hari
pertama Opak STAIN telah dimualai, aku masih bingung tak ada yang aku kenal
disni, teman-teman yang aku kenal mereka beda jurusan dengan ku. Walau sedikit
canggung akhirnya aku bisa mencampur bersama teman-teman ku yang lain. Hari
pertama Opak aku mendapat seorang teman, namanya Iis dia ananya pede banget,
dari dialah aku bisa mendapat teman lagi yakni Evi dan Anik. Opak pertama bagi
ku tak mengasyikkan, karena hanya diisi dengan para dosen yang memberikan
materi, yang pada akhirnya membuat ku begitu jenuh dan mengantuk.
Tak
hanya mendengarkan materi saja, kami juga harus mencatat semua materi yang
diberikan, dan kami juga dituntut tuk berani memilih, yakni memilih seorang RT
dan RW masing-masing prodi dan jurusan. Walau tak smua ikut andil, tapi ini
adalah sebuah hiburan yang cukup tuk menahan rasa kantuk dan bosan ini. Hanya
sekedar ikut teriak member suara dan kembali terdiam, kembali berteriak ketika
RT dan RW terpilih.
Tak
jauh berbeda dengan hari kemarin, hari kedua Opak ini pun kami pulang begitu
sore dan lagi-lagi kami hanya kembali duduk mendengar dan menulis materi, namun
kali ini aku kembali mendapatkan teman yakni Fitri dan Desi. Kemana-keman kami
selalu bersama, mulai dari makan hingga sholat, dan kami berharab kami bisa
satu kelas. Walau kami baru kenal namun keakrapan kami ini seolah–seolah sudah
terjalin sebelum kami bertemu disini. Perbedaan usia dan kepribadian pun tak
membuat kami canggung, justru membuat kami semakin seru.
Hari
ketiga Opak, kami menggunakan kaos olahraga, pada hari ini kami harus
membersihkan sebuah lokasi yang akan dibangun kampus dua STAIN. Disini kami
berpisah dengan Anik, Fitri, dan Iis. Aku, Evi, dan Desi bersama dalam
mengerjakan tugas ini, sedangkan Anik bergabung dengan teman-teman SMKnya, lalu
Iis dan Fitri mereka tidak ikut dalam kegiatan ini, mereka mendapat sanksi
membersihkan lingkungan kampus karena mereka telat datang. Sesungguhnya dihari
ketiga ini aku dan Anik mengikuti lomba baca puisi, namun teernyata dari
masing-masing prodi hanya diambil satu perwakilan dan diantara kami tak ada
yang terpilih. Walau sedikit kecewa, namun kami berusaha tegar dan kembali
tersenyum bergabung bersama Iis dan yang lain.
Dihari
ketiga inilah kami lebih banyak menyantai, kami gunakan kesempatan ini tuk
berfoto, bercerita, bahkan tiduran dan berkenalan dengan salah seorang kakak
tingkat. Dari kami berenam, ternyata yang paling kecil adalah Fitri sedangkan
yang sudah berkeluarga adalah Desi, Iis dan Evi sudah pernah mengalami namanya
bekerja walau tak lama sedangkan aku walau sempat berhenti setahun, namun aku
tak memiliki pengalaman bekerja diluar seperti Iis dan Evi yang terakhir adalah
Anik dia ternyata anak tunggal dan saat itu tengah berbisnis pulsa.
Hari
ini juga merupakan yang cukup berbeda dan membahagiakan bagi ku, karena hari
ini aku terlepas menggunakan sepatu pantopel yang selalu menyiksa kaki ku.
Pakaian yang kami gunakan pada hari ini pun bukan seragam resmi seperti dua
hari lalu, melainkan kaos olahraga. Hem, benar-benar hal yang membahagiakan
apabila aku dapat satu kelas dengan mereka nantinya. Ya setidaknya pertama
masuk kuliah di dalam kelas aku tak bingung mencari teman mengobrol dan lebih
mudah untuk beradaptasi.
Hari
keempat Opak, kami melakukan latihan pengukuhan mahasiswa. Walau awalnya kami selalu kena marah namun akhirnya kami
bisa kompak, ya wajarlah kami belum bisa mengatur keserasian suara kami,
apalagi kami masih banyak yang bercanda. Walau panas dan melelahkan namun kami
teap bersemangat tuk latihan pengukuhan mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro yang
akan dilaksanakan esok hari.
Walau
hanya latihan paduan suara, namun latihan ini benar-benar melelahkan. Selain
suara kami yang menjadi serak karena harus bernyanyi berulang-ulang, kakak
tingkat yang bertugas membimbing kami latihan pun marah-marah. Cukup
menegangkan dengan ekspresi kesal, dengan suara yang lantang beliau berteriak
meminta kami tuk latihan dengan baik dan serius. Hem, alhamdullah latihan hari
ini selai juga dan latihan kami ini akhirnya mendapat pujian dari kakak tingkat
yang membimbing kami latihan. Esok adalah hari besar kami, ya pengukuhan
mahasiswa baru dan mulai besok aku dan semua teman-teman ku tak lagi dipanggil
cama-cami, melainkan mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro.
Hari
pengukuhan yang kami nanti telah tiba, kali ini tak ada satupun cama maupun
cami yang teerlambat terlebih kami yang berada didalam GSG. Usai upacara
pembukaan kembali kami melakukan gladi resik upacara pengukuhan, walau sedikit
telat namun kami bahagia setelah rektor STAIN mengukuhkan kami sebagai
mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro. Kami berteriak girang, tak menyangka hari ini
kami telah menjadi seorang mahasiswa. Usai upacara pengukuhan, kami dihibur
oleh kakak tingkat, mereka menghibur kami lewat lagu-lagu yang indah. Tak hanya
dari kakak tingkat para mahasiswa pun menyumbangkan suara emasnya kepada kami
usai pengumuman pemenang lomba yang diadakan di hari ketiga Opak.
Hari
ini benar-benar hari yang membahagiakan, kami semua bernyanyi bersama, menari
bersama, bahkan kami semua dapat mengerjai seorang kakak tingkat yang sok galak
tapi mukanya lucu. Kak Afrizal namanya, kami semua memintanya tuk menyanyikan
sebuah lagu, salah satu lagu yang minta adalah chaiya-chaiya. Hem, kak Afrizal
benar-benar kewalahan menghadapi permintaan kami ini, kami pun tertawa
dibuatnya karena tingkahnya yang lucu. Tak hanya kami yang benar-benar terhibur
hari ini, kakak tingkat dan para dosen yang terlibat langsung dalam acara ini
pun merasakan hal yang sama, bahagia.
Selama
aku menunggu pengumuman masuk kuliah, aku terus membujuk kedua orang tua ku tuk
mengizinkan ku kos bersama teman-teman ku. Aku tak ingin selama aku kuliah
justru merepotkan keluarga ku terutama adik sepupu ku yang bertugas mengantar
jemput aku kuliah. Tak hanya itu permasalahan yang membuat ku memutuskan tuk
kos. Keberadaan ku bersama keluarga ku di 19A ini pun menjadi permasalahan
terbesar, dalam hidup ku terutama batin ku. Disini aku tak bisa kemana-kemana
mau begini salah mau begitu salah, pokoknya serba salah. Terlebih jarak rumah
dengan kampus yang cukup jauh dan sulit tuk mendapatkan kendaraan, sehingga
membuat ku jarang kekampus tuk sekedar melihat informasi.
Dengan
penuh kesabaran dan menahan tangis tiap ibu memarahi ku, akhirnya ibu
menyetujui permintaan ku ini. Ibu ku bersedia mencarikan tempat kos untuk ku,
ya dengan satu syarat pastinya, aku harus bersedia kembali ke 19 apabila sebuah
motor telah ku miliki. Aku senang karena aku bisa kekampus tanpa harus bingung
dengan kendaraan, karena jarak antara kos dan kampus tak terlalu jauh, ya walau
sebuah syarat mengikat ku di sini.
Perlahan
namun pasti, aku mulai merasakan menjadi seorang mahasiswa yang semuanya serba
sendiri. Mencari kesana kemari, menunggu, tanpa tahu kapan pembagian kelas
dimulai. Tak hanya dengan datang kekampus, aku pun mencoba tuk bertanya kepada
gubernur dan bupati syariah namun jawabannya sama yaitu kurang tahu. Huh, rasa
kesal pun mulai menghampiri ku, lelah, panas, semuanya menjadi satu hingga
saatnya pengumuman itu datang.
Senang
rasanya telah mendapat kelas, dan tahu jadwal kuliah ku. Namun ternyata aku tak
bisa senang dengan mudah karena masih
banyak teman-teman ku yang belum mendapat kelas. Anik, Fitri, mereka belum tahu
masuk kelas mana, aku pun tak tinggal diam melihat kegelisahan mereka, aku
turut mencari informasi tentang mahasiswa yang belum mendapatkan kelas. Selama
aku mencari dan menemani fitri mencari informasi, ternyata aku mendapatkan
banyak teman, ya walau teman sesama jurusan ekonomi.
Hari-hari
yang berlalu begitu cepat membuat keberanian ku mulai tumbuh, keinginan ku tuk
ikut banyak kegiatan pun mulai menggebu di dada. Usai menemani fitri melihat
pengumuman kelas, aku segera mencari informasi tentang beberapa UKM yang hendak
ku ikuti. Salah satu diantara ialah Impor. Walau sedikit takut akhirnya ku
dapatkan juga formulir Impor, aku senang bisa mendapatkan formulir itu. Walau
bingung nantinya akan dikumpulkan dimana, tapi aku tetap mengisi formulir itu,
dengan terus berharab agar bertemu dengan salah satu anggota Impor, dan segera
menyerahkan formulir yang telah aku isi.
Teriknya
sang surya seakan membakar kulit ku dan teman-teman ku yang hendak pergi
kekampus, demi mengusir rasa panas itu kami pun bersenda gurau.
“Hai,
boleh kenalan?” Tanya fitri kepda salah satu teman yang satu kos dengan ku
“Boleh,
aku Lyana kalau ini Tiwi.” Jawabnya dengan senyum tipis
“Aku
Fitri, terus ini Sulis.” Serambi menunjuk kearah ku
“Hai,
em kalian prodi apa nih?” Tanya ku
“Kalau
aku EI, kalau Tiwi PBI.” Jawab Lyana
“Wah
sama dong, aku sama Sulis juga EI.” Tambah Fitri
“Ya
aku sendirian dong yang PBI.” Keluh Tiwi
“hahahah”
Serempak aku, Fitri, dan Lyana tertawa
“Sabar
Wi, kan kamu paling hebat diantara kami.” Canda ku padanya
“Apanya
yang hebat?”
“Ya
kalau aku ada tugas bahasa Inggris boleh lah ajarin.”
“Betul
itu betul.” Tambah Lyana dan Fitri
Canda
tawa pun menemani langkah kami menuju kampus, tak terasa kami tiba di kampus.
Karena gerbang utama terlalu jauh, kami dan beberapa mahasiswa lain pun masuk
kampus melalui gerbang disamping kampus. Sampai disini kebersamaan kami, dengan
segara kami pun berpisah menuju kelas, aku dan Fitri tetap bersama karena kelas
kami bersebalahan. Walau bukan hari pertama masuk kuliah, namun bagi ku dan
teman satu kelas ku hari ini adalah hari pertama kami menerima mata kuliah.
Bapak
Imam Mustofa SHI, MSI dosen bahasa Indonesia, dosen pertama yang masuk dikelas
ku. Pertama kali melihat beliau, aku langsung teringat guru MA ku, belau mirip
dengan pak Imam. Baru pertama masuk pak Imam sudah memberikan kami tugas
makalah, dan aku menjadi kelompok satu yang harus mempersentasikan makalah
minggu depan. Tak hanya membagi kelompok makalah, beliau yang ternyata asyik
dalam mengajar ini pun membantu kami dalam pembentukan pengurus kelas.
Tak
hanya tugas dari pak Imam saja, dosen-dosen yang lain pun memberikan kami tugas
yang sama, beruntung aku tak lagi masuk dalam kelompok pertama. Hari-hari
berikutnya lah aku mulai merasakan benar-benar menjadi seorang mahasiswa. Semua
serba sendiri, mulai dari mencari bahan makalah yang tak hanya bersumber dari
buku, melainkan juga dari internet. Menulis serambi mendengarkan dosen menjelaskan,
bahkan harus melembur ketika tugas kuliah belum selesai.
Perlahan
namun pasti, satu demi satu aku mulai mengenal teman-teman satu kelas. Aku yang
semula hanya mengingat wajah mereka, kini aku mengingat nama mereka satu
persatu. Benar-benar senang, tak hanya kuliah yang mulai aktif, beberapa UKM
pun mulai aktif. Sudah banyak kakak tingkat yang mempromosikan UKM mereka
masing-masing. Aku pun sudah mulai ikut latihan silat SMI (Satria Muda
Indonesia), salah satu cabang dari UKM Impor. Walau tak seseru TS (Tapak Suci),
aku tetap senang mengikuti UKM ini.
Tak
hanya UKM Impor yang ikuti di kampus, UKM LDK dan UKM FoSSEY Filantropi pun aku
ikuti. Banyak sekali komentar teman-teman ketika ku putuskan tuk mengikuti UKM
LDK, tapi bagi ku itu semua hanyalah angin sesaat. Banyak yang heran dengan ku,
baru semester pertama tapi sudah mengambil keputusan tuk mengikuti tiga UKM
sekaligus. Mereka sering bertanya pada ku, apakah aku tidak merasa lelah harus
mengikuti semua kegiatan itu?. Sedangkan mereka sudah merasa lelah dengan
jadwal kuliah yang begitu padat, padahal mereka tidak mengikuti UKM apa pun.
Jumat
sore yang melahkan, keringat pun mengalir deras ditubuh ku. Usai latihan silat,
aku segera merebahkan tubuh ku diatas kasur, teman-teman yang melihat ku hanya
tersenyum heran.
“Sulis-sulis
kamu ni pa gak capek tow, eminggu full ke kampus?”
“Huh,
sebenernya ya capek tapi kalau gak kayak gini bisa lebih capek aku.”
Mendengar
jawaban ku ini mereka hanya bisa menggelengkan kepala, dengan terus berfikir
heran akan keputusan ku ini.
Kuliah
yang menyenangkan, hujan, panas, kami lewati demi sebuah ilmu. Tawa, tangis,
kami lalui bersama, tak pernah kami anggap berat semua ini. Bahkan UTS yang
hanya tinggal menghitung hari ini kami gunakan tuk berfoto bersama, di dalam maupun
di luar kelas menjadi begron yang menarik bagi kami. Bahkan tangga yang sedikit
kotor karena hujan turun pun kami gunakan tuk berfoto, benar-benar menyenangkan
dan menarik.
UTS
yang sudah mulai dilaksanakan membuat kami sedikit takut, namun bukan mahasiswa
kalau tak memiliki akal tuk menghadapi UTS. Satu demi satu UTS sudah kami
lalui, mata kuliah Akuntansi yang membuat kami pusing pun berhasil kami
kerjakan. Walau tak semua dosen meliburkan kami, namun kami senang sudah
melaksanakan UTS dengan lancar. Kini tinggal beberapa materi saja yang harus
kami ikuti, dan kami libur persiapan UAS.
Tiga
bulan berlalu begitu cepat bagi ku, tak terasa UAS sudah didepan mata. Aku pun
tak hanya mengenal teman satu kelas, melainkan teman lain kelas, lain jurusan,
bahkan kakak tingkat. Hem, semua ini tak pernah ku bayangkan, berkuliah dan
mendapat banyak teman. Aku berharap ini semua dapat berjalan dengan baik, dan
aku dapat mengejar mimpi-mimpi ku yang lain, yang pasti semua ini tak lepas
dari do’a ku dan keluarga ku terlebih ibu dan ayah ku. Tiga bulan ini bukan lah
akhir dari mengejar mimpi ku, melainkan awal dari langkah besar ku tuk mengejar
mimpi setinggi langit dan seluas dunia.
By:
Nopem
0 komentar:
Posting Komentar