About

Pages

Jumat, 17 Mei 2013

Kisah q

Posted by Unknown On 03.31 No comments





Mengejar Mimpi
 
Malam sunyi penuh bintang, cahaya rembulan yang terus bersinar menerangi alam semesta ini. Suara merdu jangkrik malam, menambah indah suasana malam ini bertambah dengan angin malam yang bertiup lembut membelai tubuh ku. Aku yang seorang diri memandang indahnya malam ini, tersenyum tersipu ktika sebuah bayangan indah melintas dibenak ku. Aku tak mengerti apa yang terjadi, semua itu tiba-tiba datang begitu saja tanpa ku undang maupun ku fikirkan.
Semua bayangan itu semakin sering terlintas dalam fikiran ku, ketika aku menyendiri dari keramaian teman-teman dan keluarga. Aku semakin bingung aku tak mengerti apa maksud dari banyangan ku ini. ingin rasa hati mengatakan pada ibu tapi, aku tak memiliki keberanian tuk mengatakan. Hingga pada suatu hari baru aku mengerti apa maksud dari banyangan itu. Bayangan yang selalu menghampiri ku disetiap diri ku sendiri, disetiap fikiran ku jenuh bayangan itu lah yang selali menghampiri ku.
Aku mulai mengerti, begitu sangat mengerti terutama ketika ada sesorang bertanya kepada ku.
“Pem apa yang akan kamu lakukan setelah lulus nanti? Apa kamu ingin seperti saudara-saudara kamu, atau justru kamu akan mencari pengalaman baru yang belum pernah ada dalam keluarga kamu?” Tanya nya dengan lembut dan penuh senyuman
Mendengar pertanyaan itu aku sempat terdiam sejenak, aku mulai mencerna semua kalimat pertanyaan itu. Namun belum sempat aku menemukan jawaban tiba-tiba dia kembali berbicara.
“Kok diem? Apa kamu sama sekali gak punya mimpi atau cita-cita yang mau kamu realisasikan didalam hidup kamu Pem?” Tanya nya sekali lagi
Sekali lagi aku masih terdiam dan sesaat kemudian baru ku temukan jawaban itu.
“Em ya aku punya begitu banyak mimpi dan cita-cita, yang jelas aku gak mau kayak saudara-saudara ku yang setelah lulus sekolah kerja sebentar lalu menikah.” Sejenak aku diam dan menghela nafas panjang “Aku mau sekolah lagi, aku mau kuliah, aku mau merealisasikan cita-cita ku sebagai seorang guru em syukur-syukur aku bisa jadi atlit.” Aku mengakhiri jawaban ku dengan senyuman tipis yang aku ukir pada wajah ku.
“Bagus, dan saran aku kamu harus buktikan semua itu, ingat semua kegagalan adalah awal dari kesuksesan mu.”
Tak lama setelah memberi ku sebuah pertanyaan dan pesan itu, dia pun pergi meninggalkan ku dan hingga kini aku tak tahu dimana kini dirinya berada. Sejak saat itulah aku mulai belajar dewasa, belajar memahami orang, agar kelak aku tak susah dalam bergaul. Tak membutuhkan waktu yang lama bagi ku tuk mengungkapkan keinginan ku ini, walau aku tahu kondisi keluarga ku, namun aku harus mengatakannya. Mengatakan suatu hal yang begitu berharga bagi ku, sebelum ini semua terlambat dan membuat ku kehilangan kesempatan ini.
Malam sunyi tanpa cahaya rembulan, hanya percikan sinar bintang yang menghiasi luasnya awan di langit. Bersama ayah dan ibu, aku duduk santai di teras rumah serambi menikmati jagung rebus hasil kebun kami. Malam ini adalah malam yang begitu tepat bagi ku, adik ku tengah bermain bersama sepupu ku sehingga aku dapat mengatakan mimpi ku ini dengan tenagng.
“Pak Nopem boleh ngomong sesuatu gak?” Tanya ku kepada ayah
“Ya emang mau ngomong apa to Pem?” Tanya ayah ku
“Em Nopem mau nerusin sekolah pak.”
“Maksudnya apa to Pem?” Tanya ibu ku
“Maksudnya itu Nopem pingin kuliah abis lulus MA nanti pak.”
“O gitu, emang kamu mau kuliah dimana?”
“Ya yang deket aja lah pak, di Metro juga gak papa.”
“Ya gak papa, kalau kamu kuliah di Metro kan bisa sekalian nemenin mbah kamu disana.” Tambah ibu
Setelah malam itu tak ada lagi perbincangan antara aku dan orang tua ku mengenai kuliah. Aku lebih banyak bercerita kepada bibik dan mbak ku yang sudah memiliki keluarga sendiri. Banyak dukungan yang keluarga ku berikan atas keputusan ku ini, terlebih dari semua anak dan cucu nenek dari ibu ku baru aku yang memutuskan tuk kuliah. Banyak masukan yang keluarga ku berikan, mulai dari Universitas hingga jurusan yang aku ambil. Namun aku hanyalah seorang anak yang ingin berusaha menentukan hasil akhir sendiri. Tak satu pun pilihan keluarga aku ambil, aku lebih memilih apa yang telah lama aku impikan.
Walau awalnya ibu ku meragukan pilihana ku, karena keinginan ku yang begitu besar mereka pun membiarkan ku. Usaha demi usaha telah ku lakukan, belajar dan sholat pun tak aku lupakan walau semua pilihan aku yang menentukan, tetapi semua saran dari keluarga ku tak pernah aku lupakan. Aku mengikuti saran kedua orang tua ku, yang selalu mengingatkan ku tuk selalu melaksanakan sholat dan puasa sunah, yang elarang ku tuk sombong dan pelit. Ibu ku berharap dengan begitu aku selalu diberi kemudahan dalam setiap langkah.
Hari demi hari ku lalui, ujian demi ujian pun telah aku selesaikan, namun apalah daya ku ketika semua pengumuman dari dua Universitas yang aku masuki nihil. Aku gagal, aku tak berhasil meraih impian ku sendiri. Aku benar-benar terjatuh saat itu, terlebih ketika banyak tetangga ku yang membicarakan kegagalan ku ini. Aku sama sekali tak memiliki keberanian tuk keluar rumah, tubuh ku lemah tak berdaya, air mata pun selalu mengalir setiap ku ingat hasil pengumuman itu. Dalam setiap sujud, aku selalu bertanya apa ini jawaban atas doa-doa ku selama ini? apa ini adalah sebuah jalan yang begitu jelek, hingga tak satu pun Universitas yang aku impikan mampu aku masuki.

“Ya Allah apa yang harus hamba lakukan saat ini? hamba tak lagi memiliki kekuatan tuk menghadapi kenyataan ini.” air mata ku pun mengalir deras  “Apa yang harus hamba lakukan ya Allah?  ya Allah berikan lah yang terbaik bagi masa depan dan kehidupan hamba Mu ini.”
Hanya doa-doa itu yang terus terucap dalam setiap sujud ku, aku tak lagi meminta agar aku diterima disebuah Universitas tertentu, aku hanya meminta agar apa yangbaku jalani adalah suatu hal yang benar-benar terbaik dalam hidup aku. Aku memang begitu sedih dan terpukul akan hal ini namun, karena dukungan orang tua dan keluarga ku lah aku dapat menjalani dan menerima semua ini dengan tabah dan tegar. Aku percaya ini semua adalah awal dari sebuah kesuksesan yang akan aku raih kelak.
Tanpa fikir panjang aku dan ayah pun segera pergi mendaftar di STAIN Metro, ya aku mengikuti saran kakak sepupu ku yang menyaran ku tuk mendaftar di STAIN. Hem, karena keterlambatan ku dan ayah menyebabkan ku harus kembali ke rumah, sebab setibanya aku di STAIN ternyata sudah waktunya istirahat. Walau sedikit malu, aku berusaha percaya diri sebab inilah kebodohan yang pernah aku lakukan seumur hidup ku.
Usai sholat dzuhur aku dan ayah kembali tuk mendaftar di STAIN, aku masih bingung bagaimana cara pendaftarannya. Begitu banyak proses yang harus aku lalaui, mulai dari membayar, mengisi formulir, yang menyebabkan ku keluar masuk tuk menanyakan tanggal lahir ayah dan ibu ku. Hingga akhirnya proses terakhir yakni pengisian data online, betapa bahagianya aku ketika semua proses pendaftaran ini selesai. Segeralah aku pulang bersama ayah, serambi berharap penuh inilah yang terbaik bagi ku.
Lagi-lagi aku harus mengikuti tes penerimaan mahasiswa baru di STAIN Metro, hari pertama aku melaksanakan tes sudah terlambat, beruntung pengawas di ruangan ku belum datang, setidaknya aku bisa bernafas lega. Ya jadwal awalnya tes ini akan berlangsung selama dua hari, tapi tiba-tiba saja itu semua berubah, jadwal hari kedua dimajukan kehari pertama. Sungguh tak ku sangka, setidaknya besok aku tak lagi datang kemari tuk melaksanakan tes baca Al-Qur’an.
Selama menunggu hasil tes kemarin, aku tetap berada di Metro tinggal bersama bibi ku, menunggu hasil ketiga dari serangkaian usaha ku tuk mengejar mimpi ku adalah hal yang begitu mendebarkan, apalagi aku tak bersama orang tua ku. Selama aku tinggal bersama bibi, aku tak pernah keluar rumah, hampir setiap hari aku hanya berada di dalam kamar, ya terkadang bibi mengajak ku tuk ke pasar sekedar membeli perlengkapan dapur. Aku yang begitu asin, tak mengenal siapa pun disini kecuali saudara-saudara ku sendiri. Ya selama aku disini aku hanya bermain bersama adik sepupu ku, kemana-kemana bersama dia bahkan hanya sekedar membeli pulsa pun aku mengajaknya.
Senin pagi yang cerah, matahari yang bersinar terang, ya inilah hari yang ku nanti, hari dimana hasil tes di STAIN akan keluar. Aku benar-benar cemas, aku takut hasilnya kembali nihil, dan lagi-lagi aku hanya membuang uang kedua orang tua ku tanpa hasil yang memuaskan. Aku tak sabar tuk melihat hasil pengumuman itu, namun aku harus sedikit bersabar karena adik ku belum pulang dari sekolah. Aku sedikit bahagia karena salah satu teman ku diterima di STAIN, ya tinggal aku saja yang belum tahu hasil pengumuman itu.
Tak harus menunggu adik ku pulang sekolah, beruntung ayah dan ibu ku dating mengetahui aku melihat hasil pengumuman, ayah segera mengantarkan aku tak lupa aku menghubungi teman ku dan menanyakan nomor ujian mereka. Setiba di STAIN aku segera berlari menuju papan pengumuman, segera ku cari nama dan nomor tes ku, tepat pada urutan sepuluh terakhir aku melihat nama dan nomor tes ku tertulis di papan itu. Ya jurusan syariah dan prodi ekonomi islam, disitulah nama ku tertulis jelas, aku begitu bahagia aku tak mengira ini semua benar-benar terjadi. Namun sayang salah satu teman ku harus menerima kabar pahit lagi, lagi-lagi ia tak lulus disini dan kembali ia harus berjuang mengejar mimpinya.
Walau kenyataan ini sedikit membuat ku kecewa, namun karena saran dan pengertian keluarga ku yang pada akhirnya membuat ku sadar bahwa inilah jawaban yang Allah berikan kepada ku. Masuk di Sekolah Tinggi Islam Negeri dengan prodi ekonomi islam, mungkin inilah yang terbaik bagi kehidupan mendatang. Meski dengan tangisan yang mengiringi jawaban dan keputusan akhir ku, aku berusaha meyakinkan keluarga bahwa aku akan masuk STAIN. Aku bahagia, setidaknya aku bisa mengukir senyum kebahagiaan kedua orang tua ku terutama ibu ku, yang tak pernah berhenti berdoa akan kesuksesan ku ini.
Keesokan harinya bersama teman yang baru aku kenal, aku kembali ke STAIN tuk melakukan registrasi, kembali aku harus berurusan dengan proses pembayaran yang begitu panjang dan melelahkan. Huh, begitu melelahkan apalagi ketika kami harus menunggu bank BRI yang tengah tutup, kami harus menunggu hingga jam dua siang. Belum lagi kami harus mengejar kepala prodi yang hendak pulang, dengan rayuan kami akhirnya beliau mau menunda kepulangannya dan menandatangani KRS kami.
Benar-benar melelahkan sejak pukul 10.00-15.40 WIB, kami harus mengurus registrasi ini belum lagi kami harus mengurus pembayaran opak yang akan dilayani di hari jumat dan sabtu saja. Sepulang dari mengurus registrasi ini aku langsung mencurahkan semua gundah hati ku dengan teman lama ku, aku senang setidaknya ada yang mengalami hal yang sama denagn ku, kuliah tapi dijurusan yang tidak diinginkan. Lama aku mengobrol dengan teman lama ku, banyak saran yang aku dapat darinya mulai dari penglaman kuliah dan pengalaman yang lainnya, dari sinilah aku mulai belajar menerima pilihan ini.
Hari ini kembali aku datang ke kampus, kembali aku mengurus registrasi Opak. Begitu banyak persyaratan yang harus aku bawa saat Opak dilaksanakan, mulai dari pakaian hingga barang-barang yang lain. Tanpa kami fikir panjang aku memutus tuk memesan semua perlengkapan Opak yang telah panitia siapkan. Mulai dari papan nama hingga pohon pule aku memesannya di kampus, ya setidaknya mengurangi bawaan ku dan mengurangi persiapan ku di rumah.
Hari pertama Opak STAIN telah dimualai, aku masih bingung tak ada yang aku kenal disni, teman-teman yang aku kenal mereka beda jurusan dengan ku. Walau sedikit canggung akhirnya aku bisa mencampur bersama teman-teman ku yang lain. Hari pertama Opak aku mendapat seorang teman, namanya Iis dia ananya pede banget, dari dialah aku bisa mendapat teman lagi yakni Evi dan Anik. Opak pertama bagi ku tak mengasyikkan, karena hanya diisi dengan para dosen yang memberikan materi, yang pada akhirnya membuat ku begitu jenuh dan mengantuk.
Tak hanya mendengarkan materi saja, kami juga harus mencatat semua materi yang diberikan, dan kami juga dituntut tuk berani memilih, yakni memilih seorang RT dan RW masing-masing prodi dan jurusan. Walau tak smua ikut andil, tapi ini adalah sebuah hiburan yang cukup tuk menahan rasa kantuk dan bosan ini. Hanya sekedar ikut teriak member suara dan kembali terdiam, kembali berteriak ketika RT dan RW terpilih.
Tak jauh berbeda dengan hari kemarin, hari kedua Opak ini pun kami pulang begitu sore dan lagi-lagi kami hanya kembali duduk mendengar dan menulis materi, namun kali ini aku kembali mendapatkan teman yakni Fitri dan Desi. Kemana-keman kami selalu bersama, mulai dari makan hingga sholat, dan kami berharab kami bisa satu kelas. Walau kami baru kenal namun keakrapan kami ini seolah–seolah sudah terjalin sebelum kami bertemu disini. Perbedaan usia dan kepribadian pun tak membuat kami canggung, justru membuat kami semakin seru.
Hari ketiga Opak, kami menggunakan kaos olahraga, pada hari ini kami harus membersihkan sebuah lokasi yang akan dibangun kampus dua STAIN. Disini kami berpisah dengan Anik, Fitri, dan Iis. Aku, Evi, dan Desi bersama dalam mengerjakan tugas ini, sedangkan Anik bergabung dengan teman-teman SMKnya, lalu Iis dan Fitri mereka tidak ikut dalam kegiatan ini, mereka mendapat sanksi membersihkan lingkungan kampus karena mereka telat datang. Sesungguhnya dihari ketiga ini aku dan Anik mengikuti lomba baca puisi, namun teernyata dari masing-masing prodi hanya diambil satu perwakilan dan diantara kami tak ada yang terpilih. Walau sedikit kecewa, namun kami berusaha tegar dan kembali tersenyum bergabung bersama Iis dan yang lain.
Dihari ketiga inilah kami lebih banyak menyantai, kami gunakan kesempatan ini tuk berfoto, bercerita, bahkan tiduran dan berkenalan dengan salah seorang kakak tingkat. Dari kami berenam, ternyata yang paling kecil adalah Fitri sedangkan yang sudah berkeluarga adalah Desi, Iis dan Evi sudah pernah mengalami namanya bekerja walau tak lama sedangkan aku walau sempat berhenti setahun, namun aku tak memiliki pengalaman bekerja diluar seperti Iis dan Evi yang terakhir adalah Anik dia ternyata anak tunggal dan saat itu tengah berbisnis pulsa.
Hari ini juga merupakan yang cukup berbeda dan membahagiakan bagi ku, karena hari ini aku terlepas menggunakan sepatu pantopel yang selalu menyiksa kaki ku. Pakaian yang kami gunakan pada hari ini pun bukan seragam resmi seperti dua hari lalu, melainkan kaos olahraga. Hem, benar-benar hal yang membahagiakan apabila aku dapat satu kelas dengan mereka nantinya. Ya setidaknya pertama masuk kuliah di dalam kelas aku tak bingung mencari teman mengobrol dan lebih mudah untuk beradaptasi.
Hari keempat Opak, kami melakukan latihan pengukuhan mahasiswa. Walau awalnya  kami selalu kena marah namun akhirnya kami bisa kompak, ya wajarlah kami belum bisa mengatur keserasian suara kami, apalagi kami masih banyak yang bercanda. Walau panas dan melelahkan namun kami teap bersemangat tuk latihan pengukuhan mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro yang akan dilaksanakan esok hari.
Walau hanya latihan paduan suara, namun latihan ini benar-benar melelahkan. Selain suara kami yang menjadi serak karena harus bernyanyi berulang-ulang, kakak tingkat yang bertugas membimbing kami latihan pun marah-marah. Cukup menegangkan dengan ekspresi kesal, dengan suara yang lantang beliau berteriak meminta kami tuk latihan dengan baik dan serius. Hem, alhamdullah latihan hari ini selai juga dan latihan kami ini akhirnya mendapat pujian dari kakak tingkat yang membimbing kami latihan. Esok adalah hari besar kami, ya pengukuhan mahasiswa baru dan mulai besok aku dan semua teman-teman ku tak lagi dipanggil cama-cami, melainkan mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro.
Hari pengukuhan yang kami nanti telah tiba, kali ini tak ada satupun cama maupun cami yang teerlambat terlebih kami yang berada didalam GSG. Usai upacara pembukaan kembali kami melakukan gladi resik upacara pengukuhan, walau sedikit telat namun kami bahagia setelah rektor STAIN mengukuhkan kami sebagai mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro. Kami berteriak girang, tak menyangka hari ini kami telah menjadi seorang mahasiswa. Usai upacara pengukuhan, kami dihibur oleh kakak tingkat, mereka menghibur kami lewat lagu-lagu yang indah. Tak hanya dari kakak tingkat para mahasiswa pun menyumbangkan suara emasnya kepada kami usai pengumuman pemenang lomba yang diadakan di hari ketiga Opak.
Hari ini benar-benar hari yang membahagiakan, kami semua bernyanyi bersama, menari bersama, bahkan kami semua dapat mengerjai seorang kakak tingkat yang sok galak tapi mukanya lucu. Kak Afrizal namanya, kami semua memintanya tuk menyanyikan sebuah lagu, salah satu lagu yang minta adalah chaiya-chaiya. Hem, kak Afrizal benar-benar kewalahan menghadapi permintaan kami ini, kami pun tertawa dibuatnya karena tingkahnya yang lucu. Tak hanya kami yang benar-benar terhibur hari ini, kakak tingkat dan para dosen yang terlibat langsung dalam acara ini pun merasakan hal yang sama, bahagia.
Selama aku menunggu pengumuman masuk kuliah, aku terus membujuk kedua orang tua ku tuk mengizinkan ku kos bersama teman-teman ku. Aku tak ingin selama aku kuliah justru merepotkan keluarga ku terutama adik sepupu ku yang bertugas mengantar jemput aku kuliah. Tak hanya itu permasalahan yang membuat ku memutuskan tuk kos. Keberadaan ku bersama keluarga ku di 19A ini pun menjadi permasalahan terbesar, dalam hidup ku terutama batin ku. Disini aku tak bisa kemana-kemana mau begini salah mau begitu salah, pokoknya serba salah. Terlebih jarak rumah dengan kampus yang cukup jauh dan sulit tuk mendapatkan kendaraan, sehingga membuat ku jarang kekampus tuk sekedar melihat informasi.
Dengan penuh kesabaran dan menahan tangis tiap ibu memarahi ku, akhirnya ibu menyetujui permintaan ku ini. Ibu ku bersedia mencarikan tempat kos untuk ku, ya dengan satu syarat pastinya, aku harus bersedia kembali ke 19 apabila sebuah motor telah ku miliki. Aku senang karena aku bisa kekampus tanpa harus bingung dengan kendaraan, karena jarak antara kos dan kampus tak terlalu jauh, ya walau sebuah syarat mengikat ku di sini.
Perlahan namun pasti, aku mulai merasakan menjadi seorang mahasiswa yang semuanya serba sendiri. Mencari kesana kemari, menunggu, tanpa tahu kapan pembagian kelas dimulai. Tak hanya dengan datang kekampus, aku pun mencoba tuk bertanya kepada gubernur dan bupati syariah namun jawabannya sama yaitu kurang tahu. Huh, rasa kesal pun mulai menghampiri ku, lelah, panas, semuanya menjadi satu hingga saatnya pengumuman itu datang.
Senang rasanya telah mendapat kelas, dan tahu jadwal kuliah ku. Namun ternyata aku tak bisa senang dengan mudah  karena masih banyak teman-teman ku yang belum mendapat kelas. Anik, Fitri, mereka belum tahu masuk kelas mana, aku pun tak tinggal diam melihat kegelisahan mereka, aku turut mencari informasi tentang mahasiswa yang belum mendapatkan kelas. Selama aku mencari dan menemani fitri mencari informasi, ternyata aku mendapatkan banyak teman, ya walau teman sesama jurusan ekonomi.
Hari-hari yang berlalu begitu cepat membuat keberanian ku mulai tumbuh, keinginan ku tuk ikut banyak kegiatan pun mulai menggebu di dada. Usai menemani fitri melihat pengumuman kelas, aku segera mencari informasi tentang beberapa UKM yang hendak ku ikuti. Salah satu diantara ialah Impor. Walau sedikit takut akhirnya ku dapatkan juga formulir Impor, aku senang bisa mendapatkan formulir itu. Walau bingung nantinya akan dikumpulkan dimana, tapi aku tetap mengisi formulir itu, dengan terus berharab agar bertemu dengan salah satu anggota Impor, dan segera menyerahkan formulir yang telah aku isi.
Teriknya sang surya seakan membakar kulit ku dan teman-teman ku yang hendak pergi kekampus, demi mengusir rasa panas itu kami pun bersenda gurau.
“Hai, boleh kenalan?” Tanya fitri kepda salah satu teman yang satu kos dengan ku
“Boleh, aku Lyana kalau ini Tiwi.” Jawabnya dengan senyum tipis
“Aku Fitri, terus ini Sulis.” Serambi menunjuk kearah ku
“Hai, em kalian prodi apa nih?” Tanya ku
“Kalau aku EI, kalau Tiwi PBI.” Jawab Lyana
“Wah sama dong, aku sama Sulis juga EI.” Tambah Fitri
“Ya aku sendirian dong yang PBI.” Keluh Tiwi
“hahahah” Serempak aku, Fitri, dan Lyana tertawa
“Sabar Wi, kan kamu paling hebat diantara kami.” Canda ku padanya
“Apanya yang hebat?”
“Ya kalau aku ada tugas bahasa Inggris boleh lah ajarin.”
“Betul itu betul.” Tambah Lyana dan Fitri
Canda tawa pun menemani langkah kami menuju kampus, tak terasa kami tiba di kampus. Karena gerbang utama terlalu jauh, kami dan beberapa mahasiswa lain pun masuk kampus melalui gerbang disamping kampus. Sampai disini kebersamaan kami, dengan segara kami pun berpisah menuju kelas, aku dan Fitri tetap bersama karena kelas kami bersebalahan. Walau bukan hari pertama masuk kuliah, namun bagi ku dan teman satu kelas ku hari ini adalah hari pertama kami menerima mata kuliah.
Bapak Imam Mustofa SHI, MSI dosen bahasa Indonesia, dosen pertama yang masuk dikelas ku. Pertama kali melihat beliau, aku langsung teringat guru MA ku, belau mirip dengan pak Imam. Baru pertama masuk pak Imam sudah memberikan kami tugas makalah, dan aku menjadi kelompok satu yang harus mempersentasikan makalah minggu depan. Tak hanya membagi kelompok makalah, beliau yang ternyata asyik dalam mengajar ini pun membantu kami dalam pembentukan pengurus kelas.
Tak hanya tugas dari pak Imam saja, dosen-dosen yang lain pun memberikan kami tugas yang sama, beruntung aku tak lagi masuk dalam kelompok pertama. Hari-hari berikutnya lah aku mulai merasakan benar-benar menjadi seorang mahasiswa. Semua serba sendiri, mulai dari mencari bahan makalah yang tak hanya bersumber dari buku, melainkan juga dari internet. Menulis serambi mendengarkan dosen menjelaskan, bahkan harus melembur ketika tugas kuliah belum selesai.
Perlahan namun pasti, satu demi satu aku mulai mengenal teman-teman satu kelas. Aku yang semula hanya mengingat wajah mereka, kini aku mengingat nama mereka satu persatu. Benar-benar senang, tak hanya kuliah yang mulai aktif, beberapa UKM pun mulai aktif. Sudah banyak kakak tingkat yang mempromosikan UKM mereka masing-masing. Aku pun sudah mulai ikut latihan silat SMI (Satria Muda Indonesia), salah satu cabang dari UKM Impor. Walau tak seseru TS (Tapak Suci), aku tetap senang mengikuti UKM ini.
Tak hanya UKM Impor yang ikuti di kampus, UKM LDK dan UKM FoSSEY Filantropi pun aku ikuti. Banyak sekali komentar teman-teman ketika ku putuskan tuk mengikuti UKM LDK, tapi bagi ku itu semua hanyalah angin sesaat. Banyak yang heran dengan ku, baru semester pertama tapi sudah mengambil keputusan tuk mengikuti tiga UKM sekaligus. Mereka sering bertanya pada ku, apakah aku tidak merasa lelah harus mengikuti semua kegiatan itu?. Sedangkan mereka sudah merasa lelah dengan jadwal kuliah yang begitu padat, padahal mereka tidak mengikuti UKM apa pun.
Jumat sore yang melahkan, keringat pun mengalir deras ditubuh ku. Usai latihan silat, aku segera merebahkan tubuh ku diatas kasur, teman-teman yang melihat ku hanya tersenyum heran.
“Sulis-sulis kamu ni pa gak capek tow, eminggu full ke kampus?”
“Huh, sebenernya ya capek tapi kalau gak kayak gini bisa lebih capek aku.”
Mendengar jawaban ku ini mereka hanya bisa menggelengkan kepala, dengan terus berfikir heran akan keputusan ku ini.
Kuliah yang menyenangkan, hujan, panas, kami lewati demi sebuah ilmu. Tawa, tangis, kami lalui bersama, tak pernah kami anggap berat semua ini. Bahkan UTS yang hanya tinggal menghitung hari ini kami gunakan tuk berfoto bersama, di dalam maupun di luar kelas menjadi begron yang menarik bagi kami. Bahkan tangga yang sedikit kotor karena hujan turun pun kami gunakan tuk berfoto, benar-benar menyenangkan dan menarik.
UTS yang sudah mulai dilaksanakan membuat kami sedikit takut, namun bukan mahasiswa kalau tak memiliki akal tuk menghadapi UTS. Satu demi satu UTS sudah kami lalui, mata kuliah Akuntansi yang membuat kami pusing pun berhasil kami kerjakan. Walau tak semua dosen meliburkan kami, namun kami senang sudah melaksanakan UTS dengan lancar. Kini tinggal beberapa materi saja yang harus kami ikuti, dan kami libur persiapan UAS.
Tiga bulan berlalu begitu cepat bagi ku, tak terasa UAS sudah didepan mata. Aku pun tak hanya mengenal teman satu kelas, melainkan teman lain kelas, lain jurusan, bahkan kakak tingkat. Hem, semua ini tak pernah ku bayangkan, berkuliah dan mendapat banyak teman. Aku berharap ini semua dapat berjalan dengan baik, dan aku dapat mengejar mimpi-mimpi ku yang lain, yang pasti semua ini tak lepas dari do’a ku dan keluarga ku terlebih ibu dan ayah ku. Tiga bulan ini bukan lah akhir dari mengejar mimpi ku, melainkan awal dari langkah besar ku tuk mengejar mimpi setinggi langit dan seluas dunia.
                                                                                 By: Nopem












0 komentar:

Posting Komentar

Daftar Blog Saya

Bantul

Bantul
Santai aj

My Faforit

  • Film Action
Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Cari Blog Ini